Timun Mas Jawa Tengah

Di sebuah hutan yang sepi, Mbok Sarni tinggal seorang diri. Karena kesepian, dia ingin sekali memiliki anak. Tiap hari, dia tak bosan berdoa. Sampai suatu saat, ada raksasa yang kebetulan lewat, mendengar doanya.
”Hei, Wanita Tua! Apakah kau sungguh menginginkan seorang anak?” tanya Raksasa dengan suara yang mengejutkan Mbok Sarni.
Dengan gemetaran, Mbok Sarni menjawab, ”Be... benar. Tapi sepertinya sulit. Aku sudah tua.”
Raksasa itu tertawa keras, dan berkata bahwa dia akan mengabulkan keinginan Mbok Sarni.
”Tapi ada syaratnya. Nanti saat dia berusia enam tahun, aku akan menjemputnya dan menyantapnya. Jadi, peliharalah dia baik-baik.”
Mbok Sarni tak punya pilihan. Dia setuju. Raksasa lalu memberinya segenggam biji mentimun dan meminta Mbok Sarni untuk menanamnya.
Berapa bulan berlalu, Mbok Sarni memanen mentimun-mentimunnya.
Alangkah kagetnya dia saat menemukan seorang bayi perempuan cantik di dalam salah satu mentimun yang berwarna keemasan. Digendongnya bayi itu, dan dinamainya Timun Mas.
Tak terasa, Timun Mas sudah berumur enam tahun.
Bum... bum... terdengarlah langkah kaki Raksasa. Dia berteriak-teriak di luar rumah Mbok Sarni, meminta agar Timun Mas diserahkan kepadanya.
”Kembalilah dua tahun lagi. Dia masih kecil dan kurus,” pinta Mbok Sarni dengan resah.
Raksasa itu marah, tetapi dia juga tak mau menyantap anak yang kurus.
”Baiklah, aku akan kembali dua tahun lagi!”
Sepeninggal Raksasa, Mbok Sarni terus berdoa agar ada jalan keluar untuk menyelamatkan Timun Mas. Hingga suatu hari Mbok Sarni dan Timun Mas bertemu dengan seorang pertapa sakti yang melintasi hutan. Mbok Sarni menceritakan masalahnya pada pertapa itu.
Sambil mengelus kepala Timun Mas, pertapa itu berkata, ”Jika raksasa itu datang, larilah dengan kencang. Terimalah empat bungkusan ini, dan lemparkan satu per satu saat kau lari.” Timun Mas mengangguk.
Dua tahun kemudian, Raksasa benar-benar datang. Saat melihatnya, Timun Mas pun segera melarikan diri. Raksasa itu marah dan segera mengejarnya.
Timun Mas segera melaksanakan saran sang pertapa. Dia membuka bungkusan pertama dan melemparkan isinya, yaitu biji mentimun. Ajaib, biji-biji itu berubah menjadi ladang mentimun yang amat lebat buahnya. Langkah Raksasa tertahan karena batang-batang pohon mentimun itu melilit tubuhnya.
Namun, tak lama kemudian Raksasa berhasil lolos. Dia mengejar Timun Mas lagi. Timun Mas melemparkan isi bungkusan kedua, yaitu jarum. Jarum-jarum itu berubah menjadi pohon-pohon bambu yang tinggi dan berdaun lebat. Raksasa harus bekerja keras menerobos pohon- pohon bambu itu. Meski badannya terluka karena tergores batang-batang bambu, Raksasa tak menyerah. Dia kembali mengejar Timun Mas.
Dengan panik, Timun Mas melempar isi bungkusan ketiga, yaitu garam. Garam itu berubah menjadi lautan yang luas.
Namun, Raksasa berhasil menyeberangi lautan itu. Meski tampak kelelahan, Raksasa tak mau menyerah.
Akhirnya, Timun Mas melemparkan isi bungkusan keempat yang berisi terasi. Terasi itu lalu berubah menjadi lautan lumpur yang panas. Raksasa tak sempat menghentikan larinya. Dia pun terperosok ke dalam lumpur.
”Aduh, panas... panas...!” teriaknya. Timun Mas terus berlari dan kembali ke rumahnya.
Sejak saat itu, Mbok Sarni pun hidup tenang bersama Timun Mas. Raksasa itu tak pernah lagi datang mengganggu mereka.