Sebagai seorang guru, sebelumnya saya percaya bahwa dalam menerapkan sikap otoriter dalam pembelajaran dalam kelas akan lebih baik diterapkan dibanding menggunakan metode - metode pembelajaran lain, yang mana apabila bersikap Otoriter akan menunjukkan beberapa ciri sebagai berikut:
Berorientasi pada tugas, dalam artian petunjuk atau bimbingan yang diberikan kepada siswa berupa tugas semata, tanpa memperhatikan hubungan manusiawi antara guru dan siswanya.
1. Inisiatif atau pendapat siswa jarang diperhatikan
2. Kurang percaya terhadap kemampuan siswa
3. Merasa paling benar dan selalu benar
Namun berjalan seiringnya waktu, sikap-sikap Otoriter yang diterapkan seorang guru dalam mengelola pembelajaran sering kali membawa pengaruh yang kurang positif bagi para siswa diantaranya :
* Siswa menjadi pasif dan mati inisiatifnya, yang pada akhirnya mengurangi ketertarikan siswa untuk belajar.
* Siswa menjadi kurang mandiri dalam proses pembelajaran, karena selalu menunggu petunjuk dan arahan dari guru
* Kepatuhan dan kedisiplinan siswa bersifat semu hanya terjadi jika guru berada didalam kelas atau disekitar para siswa.
Pengaruh-pengaruh seperti ini tentunya bukanlah hal yang baik dalam proses pembelajaran disekolah. Seorang guru hendaknya bersikap menuntun siswa.
Dan mengelola kelas dengan baik secara demokratis. Bukannya menempatkan siswanya seperti mesin yang digerakkan sesuai dengan kemauan guru. karena perlakuan yang demokratis jauh lebih memperhatikan hubungan dan interaksi antara siswa dan guru, sudah sepatutnya pola ini dikembangkan dalam sikap kegiatan pembelajaran.
Dalam proses pembelajaran, seorang guru harus terus belajar dalam mengembangkan SDM mereka masing-masing. Salah satu cara untuk mengembangkan SDM adalah mengikuti program pemerintah yaitu program ‘Guru Penggerak’. Dalam program peningkatan SDM ini khususnya pada modul 1.1 yang tersedia di portal LMS Guru Penggerak yang mana pembelajarannya menfokuskan pada konsep Pendidikan berdasarkan Pemikiran Ki Hajar Dewantara.
Ki Hadjar menjelaskan bahwa tujuan pendidikan yaitu: menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh sebab itu, pendidik itu hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak”
PEMIKIRAN FILOSOFIS KI HAJAR DEWANTARA
1. TRIKON
Kontinyu dengan alam masyarakat Indonesia sendiri. Artinya, secara kontinyu kebudayaan harus diestafetkan atau diberikan kepada generasi penerus secara terus-menerus. Kemudian konvergen dengan budaya luar. Artinya, penerima nilai-nilai budaya dari luar dengan selektif dan adaptif dan akhirnya bersatu dengan alam universal, dalam persatuan yang konsentris yaitu bersatu namun tetap mempunyai kepribadian sendiri.
2. NGERTI, NGROSO LAN NGLAKONI
Model pembelajaran ini dimaksudkan supaya anak tidak hanya dididik intelektualnya saja (cognitive), istilah Ki Hadjar Dewantara 'ngerti', melainkan harus ada keseimbangan dengan ngroso (affective) serta nglakoni (psychomotoric). Dengan demikian diharapkan setelah anak menjalani proses belajar mengajar dapat mengerti dengan akalnya, memahami dengan perasaannya, dan dapat menjalankan atau melaksanakan pengetahuan yang sudah didapat dalam kehidupan masyarakat.
3. SISTEM AMONG
Pendidikan tidak menghendaki “paksaan-paksaan”, melainkan pendidikan harus memberi “tuntutan” bagi hidup anak-anak agar dapat berkembang dengan subur dan selamat, baik lahir maupun batinnya. Sistem among melarang adanya hukuman dan paksaan kepada anak didik karena akan mematikan jiwa merdekanya, mematikan kreativitasnya.
4. ING NGARSO SUNTOLODO, ING MADYO MANGUN KARSO, TUT WURI HANDAYANI
(Di depan memberi teladan, di tengah memberi bimbingan, di belakang memberi dorongan) Artinya, para guru hendaknya menjadi pribadi yang bermutu dalam kepribadian dan kerohanian, baru kemudian menyediakan diri untuk menjadi pahlawan. Dengan kata lain, yang diutamakan sebagai pendidik pertama-tama adalah fungsinya sebagai model atau figure keteladanan, baru kemudian sebagai fasilitator atau pengajar.
5. MENUNTUN
Kaum pendidik hanya dapat menuntun tumbuhnya atau hidupnya kekuatankekuatan itu, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya itu. Dari konsepsi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa Ki Hadjar Dewantara ingin;a. menempatkan anak didik sebagai pusat pendidikan,b. memandang pendidikan sebagai suatu proses yang dengan demikian bersifat dinamis,c. mengutamakan keseimbangan antar cipta, rasa, dan karsa dalam diri anak
6. TRI PUSAT PENDIDIKAN
Tiga pusat pendidikan yang memiliki peranan besar.dalam perkembangan anak yaitu;1. Pendidikan di lingkungan keluarga,2. Pendidikan di lingkungan perguruan, dan3. Pendidikan di lingkungan kemasyarakatan.
Menurut Ki Hajar Dewantara terdapat koneksi dua hal yang tidak terpisahkan antara pendidikan dan kebudayaan. Untuk mencapai kebudayaan yang kita mimpikan dan peradaban bangsa yang kita cita-citakan, fondasi utama adalah pendidikan. Pendidikan adalah tempat bersemayam benih- benih kebudayaan. Inilah Keinginan yang kuat dari Ki Hajar Dewantara untuk generasi bangsa ini dan mengingatkan kita betapa pentingnya guru yang memiliki kelimpahan mentalitas, moralitas dan spiritualitas.
Kegiatan yang akan dilakukan agar proses pembelajaran yang mencerminkan pemikiran KHD dapat terwujud adalah menerapkan Merdeka belajar yang berorientasi pada siswa atau peserta didik melalui pendekatan pendidikan yang holistik.
pendidikan holistik adalah pendidikan untuk membangun tumbuh kembang peserta didik dengan mengembangkan seluruh potensi yang ada pada diri peserta didik secara seimbang, meliputi intelektual, emosi, fisik, sosial, seni dan potensi spiritualnya seiring sejalan dalam sebuah harmoni.
Dari konsep pemikiran KHD tersebut, sebagai Implementasi Pembelajaran Budaya Lokal sesuai dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara yang sudah perlu diterapkan antara lain; penanaman nilai karakter seperti sebelum pembelajaran dimulai, kelas harus dibuat nyaman dengan penataan kelas yang menyenangkan dan bebas dari sampah serta merespon keinginan siswa belajar di kelas terbuka.
Dengan demikian, Implementasi Pembelajaran dan proses pembelajaran yang mencerminkan pemikiran Ki Hajar Dewantara adalah proses pembelajaran yang dilakukan bukan saja semata-mata agar anak bisa bersekolah, ujian hasilnya baik dan lain-lain tetapi juga suatu proses pembelajaran dan pekerjaan yang menjadikan anak bangsa menjemput peradaban itu yaitu perpaduan antara value substantif yang terkandung dalam nilai pendidikan dan kebudayaan.
Pelajar Pancasila