Ada seorang pemuda yang amat pintar menombak. Namanya Sigarlaki. Berkat kepandaiannya itu, hidupnya tak pernah kekurangan. Dia selalu mudah mendapatkan binatang buruan.
Sehari-hari, Sigarlaki hidup bersama pembantunya, seorang pemuda yatim piatu bernama Limbat. Limbat-lah yang selalu menyiapkan tombak dan keperluan berburunya. Bahkan, Limbat juga tak canggung memasak daging hasil buruan, juga mengurus rumah.
Hari ini, Sigarlaki akan berburu lagi. Limbat sudah siap dengan seperangkat alat berburu. “Aku pergi dulu. Jangan lupa, daging buruan sore kemarin kau jual ke pasar, ya. Sisanya, masaklah untuk makan siang kita hari ini,” pesan Sigarlaki sambil bergegas meninggalkan rumahnya.
Sepeninggal tuannya, Limbat mulai menimbang daging yang akan dibawanya ke pasar. Kemarin, Sigarlaki mendapatkan seekor rusa yang gemuk.
Nah, semuanya sudah siap. Sekarang aku mandi dulu, pikir Limbat. Dia tak sadar, pintu rumah terbuka lebar.
Saat Limbat mandi, seorang pencuri masuk dan mengambil semua daging rusa itu. Tentu saja, seusai mandi, Limbat terkejut. ”Astaga, dagingku dicuri!” teriaknya panik. Dia ketakutan, Sigarlaki pasti marah besar.
Menjelang sore, Sigarlaki pun pulang. Wajahnya terlihat masam dan dia tak membawa seekor hewan buruan pun. ”Selamat sore, Tuan, hewan apa yang berhasil Tuan tangkap kali ini?” tanya Limbat dengan cemas.
Sambil mendengus kesal, Sigarlaki menjawab, ”Ternyata aku tak sehebat yang aku pikirkan. Hari ini hewan buruanku berhasil lolos semua.” Limbat pun semakin cemas.
Tiba-tiba Sigarlaki bertanya, ”Bagaimana daging kita? Kau sudah menjualnya kan?” Limbat pun mendadak gagap. ”Eh... anu... eh... maaf Tuan. Seseorang telah mencuri daging itu saat aku mandi.” Sigarlaki marah dan malah menuduh Limbat yang mencuri daging itu.
”Kau harus membuktikan bahwa memang bukan kau pencurinya. Sekarang, kau ikut denganku ke sungai,” perintahnya pada Limbat yang menurut.
”Menyelamlah kau dalam sungai ini. Aku akan menancapkan tombakku ke dasar sungai. Jika tombak ini keluar lebih dahulu daripada dirimu, maka kau benar-benar tak bersalah. Namun, jika kepalamu yang keluar lebih dulu, berarti memang kau pencurinya,” kata Sigarlaki.
Limbat jadi ketakutan. Tak mungkin dia bisa menyelam begitu lama. Dan, mana mungkin tombak itu bisa keluar sendiri dari sungai? Namun dia tak bisa mengelak, dan melaksanakan perintah Sigarlaki.
Namun, baru beberapa detik berjalan, Sigarlaki melihat seekor babi hutan melintas. Dia segera mencabut tombaknya dan mengejar babi hutan itu. Sayangnya, babi hutan itu lari dengan cepat dan Sigarlaki kehilangan jejaknya.
Limbat pun keluar dari sungai dengan lega. ”Tuan, sudah terbukti bahwa bukan aku yang mencuri daging Tuan,” katanya. Namun Sigarlaki masih tak percaya. Dia meminta Limbat untuk mengulangnya.
”Jika kali ini kau berhasil, aku akan benar-benar percaya padamu,” kata Sigarlaki lagi. Terpaksa, Limbat menyelam untuk kedua kalinya.
Dengan penuh rasa percaya diri, Sigarlaki menancapkan tombaknya lagi. Tiba-tiba, ”Aduuhh... kakiku!” teriak Sigarlaki.
Ternyata ada seekor kepiting yang amat besar mencapit kakinya. Sigarlaki amat kesal, lalu mencabut tombaknya. Sambil terpincang-pincang, dia menggunakan tombaknya untuk menghalau kepiting itu. Sigarlaki akhirnya sadar.
”Maafkan aku, Limbat, ternyata kau memang jujur padaku.” Limbat hanya tersenyum. Sejak itu, Sigarlaki tak pernah lagi menuduhnya sembarangan.