Roro Jonggrang DIY

Roro Jonggrang gundah. Ayahnya, Raja Prambanan, baru saja gugur saat berperang melawan Bandung Bondowoso dari Kerajaan Pengging. Sekarang, Bandung Bondowoso menguasai Kerajaan Prambanan. 

Dia bahkan hendak menjadikan Roro Jonggrang sebagai permaisurinya. Tentu saja Roro Jonggrang menolak. Rupanya, penolakan Roro Jonggrang membuat Bandung Bondowoso marah. Dia lalu mengurung Roro Jonggrang dalam istana, bersama Bi Sumi dan dayang-dayang lain. 

Tiap hari, Bandung Bondowoso terus mendesak Roro Jonggrang untuk menikah dengannya. Lama kelamaan, Roro Jonggrang bosan mendengarnya. 

Akhirnya, Roro Jonggrang punya akal. “Aku bersedia menjadi permaisurimu, tapi ada syaratnya. Jika kau berhasil memenuhinya, maka aku akan menikah denganmu. Tapi jika kau gagal, izinkanlah aku pergi dari sini.” 

Bandung Bondowoso menjawab dengan angkuh. “Apa pun yang kau minta, pasti akan kuberikan. Jika sampai aku gagal, kau tak usah pergi dari sini. Aku akan mengembalikan kerajaan ini padamu.” 

Roro Jonggrang tersenyum, “Jika begitu, buatkan aku seribu buah candi dalam semalam. Semuanya harus jadi sebelum matahari terbit,” pintanya mantap. 

Bandung Bondowoso terhenyak. “Seribu candi dalam semalam?” Namun, tak berapa lama kemudian, dia kembali tertawa pongah, “Aku pasti berhasil memenuhi permintaanmu.” Bandung Bondowoso lalu meminta tolong pada pasukan jin. 

Tentu saja seribu candi dalam semalam bukan hal yang sulit bagi mereka. Dalam waktu singkat, bangunan candi mulai tampak. Roro Jonggrang yang mengintip dari kamarnya mulai gelisah. Bi, kita harus melakukan sesuatu! Lihatlah, candinya hampir siap,” kata Roro Jonggrang panik. Bi Sumi pun ikut panik saat mengintip. 

”Hamba punya akal. Ayo, ikuti hamba,” seru Bi Sumi tiba-tiba. 

Mereka berdua lalu menyelinap ke luar kamar dan menuju ke kamar dayang-dayang lain yang letaknya tak jauh dari kamar mereka. Bi Sumi memerintahkan para dayang dan pengawal istana yang setia untuk mengumpulkan jerami. 

”Untuk apa, Bi?” bisik Roro Jonggrang. 

Bi Sumi menempelkan telunjuknya di bibir. ”Kita akan membakar jerami ini, sehingga langit terkesan merah, pertanda matahari sudah terbit.” 

Setelah jeraminya terkumpul cukup banyak, Bi Sumi membakarnya. Dia juga memerintahkan para dayang untuk menumbuk lesung. 

Suara lesung yang bertalu-talu, ditambah semburat api yang memerah di langit, membuat suasananya mirip pagi hari. Ayam jantan pun tertipu dan berkokok keras-keras. 

”Kukuruyukk... kukuruyukkk...” Mendengar kokok ayam jantan, Bandung Bondowoso dan pasukan jin terkejut. Mereka melihat ke langit. ”Wah, ternyata hari sudah pagi. Kami harus pergi!” teriak para jin sambil meninggalkan tempat itu. 

Bandung Bondowoso memandang candi-candi di hadapannya. Dia yakin, jumlahnya sudah seribu buah. ”Roro Jonggrang tak akan bisa mengelak,” Bandung Bondowoso mencari Roro Jonggrang. 

Roro Jonggrang menghitung candi-candi yang sudah selesai. “997, 998, 999, dan... jumlahnya kurang satu!” pekik Roro Jonggrang 

Bandung Bondowoso tak percaya. Dia lalu menghitung sendiri jumlah candinya. Ternyata memang benar, hanya 999 buah. 

Bandung Bondowoso amat kecewa dan marah. ”Aku tak pernah kalah! Apa pun yang kuinginkan, pasti kudapatkan. Jika aku mau seribu candi, maka aku akan mendapatkannya.” ”Tapi, jumlahnya memang kurang satu. Kau harus menepati janjimu,” Roro Jonggrang ketakutan melihat amarah Bandung Bondowoso. Bandung Bondowoso menyeringai. ”Jika begitu, kau saja yang melengkapi jumlah candi ini. Jadilah kau candi keseribu!” 

Dengan kesaktiannya, Bandung Bondowoso berhasil mengubah Roro Jonggrang menjadi patung batu. Patung itulah yang melengkapi jumlah candi menjadi seribu buah. 

Sampai sekarang, candi-candi tersebut masih berdiri dengan megah di wilayah Prambanan, dan disebut dengan Candi Sewu.