Legenda Putri Duyung Sulawesi Tengah

Sebuah keluarga sedang menikmati makan siang dengan nikmat. Lauk hari itu adalah ikan goreng. Akhir-akhir ini, mereka memang jarang makan ikan karena gelombang di lautan cukup tinggi dan angin selalu bertiup kencang. Tapi tadi, si ayah memberanikan diri melaut dan mendapat beberapa potong ikan. 

”Enak!” seru Bungsu sambil mengelap mulutnya. Sementara itu, nasi di piring si Sulung dan si Tengah sudah licin. Ibu mereka tersenyum, namun ayah mereka malah diam saja. 

Dia melihat ada satu ikan goreng yang tersisa, dan menyimpannya di lemari. ”Aku mau kerja dulu. Ikan itu jangan dimakan, aku akan memakannya saat pulang nanti,” pesannya pada istrinya. 

Sepeninggal ayah mereka, ketiga anak itu bermain-main. Tak terasa, hari sudah menjelang malam. Mereka kelelahan. ”Bu, aku lapar. Aku ingin makan nasi dan ikan,” rengek si Bungsu. ”Jangan, Nak. Itu untuk ayahmu. 

Ayo makan ubi rebus saja,” rayu ibunya. Namun, si Bungsu menolak. Dia malah menangis keras. 

Sang ibu jadi gelisah. Dia ingin sekali memberikan ikan itu pada anaknya, namun dia juga tahu perangai suaminya yang pengomel. 

Namun, akhirnya dia memutuskan untuk memberikan ikan itu pada anak-anaknya. Sekarang, ikan itu ludes. Malam harinya, suaminya pulang dalam keadaan lapar dan lelah. ”Tolong siapkan nasi dan ikan yang tadi,” pintanya. Dengan gugup, si istri menjelaskan bahwa ikannya sudah habis dimakan anak-anaknya. 

Seperti yang sudah diduga, si suami marah. Sehari-hari, dia memang pemarah. Tapi kali ini, marahnya luar biasa, karena dia benar-benar lelah dan lapar. 

Dia terus mengomel dan mengomel. Meski istrinya sudah minta maaf, dia terus mengomel. Si istri jadi sedih, dan tak bisa berkata apa-apa. Tengah malam, si istri meninggalkan rumah. Dia pergi ke tepi pantai untuk menenangkan diri. Di sana, dia menangis. Karena terus bersedih dan menangis, dia tak merasa saat gelombang tinggi menghanyutkannya ke tengah lautan. Saat itulah keajaiban terjadi. Tubuhnya menjadi penuh sisik, dan kedua kakinya berubah menjadi ekor. 

Keesokan paginya, ketika ketiga anaknya bangun, mereka bingung mencari ibunya. Mereka meminta ayahnya untuk menemani mereka mencari ibu mereka ke pantai. 

”Ibu... di manakah Ibu? Si Bungsu lapar, dia hendak menyusu.” Lalu, terdengar sebuah suara. ”Ibu di sini, Nak. Kemarilah kalian.” Ketiga anak itu terkejut ketika melihat sosok ibunya. Demikian juga dengan si ayah. Si Bungsu menangis keras melihat ibunya. Dia bahkan menolak untuk disusui. Kedua kakaknya juga tak mau mendekat. 

”Percayalah, Nak, aku ini benar-benar ibumu. Ibu menangis di pantai ini semalam, dan ternyata tangisan Ibu dianggap sebagai keinginan untuk tinggal di lautan ini selama-lamanya.” Si ibu mulai menangis. 

Ketiga anaknya ternganga, demikian juga dengan suaminya. Kini, mereka tak bisa lagi hidup bersama-sama. Konon, ibu mereka ini menjelma menjadi ikan yang dikenal dengan nama ikan duyung.