Dua orang kakak beradik berjalan menyusuri hutan. Mereka diperintah oleh ibu tiri mereka, untuk mencari tiga ikat kayu bakar. ”Kalian tidak boleh pulang jika belum mendapatkannya,” ancam ibu tiri mereka. Saat itu, ayah mereka sedang bekerja di luar desa. Ayah mereka tak pernah tahu perilaku buruk istrinya terhadap anak-anaknya.
Hari sudah malam, tapi mereka belum mendapatkan kayu bakarnya. Karena teringat pesan ibu tirinya, mereka pun tak berani pulang ke rumah.
Mereka memutuskan untuk menginap di hutan. Untunglah, mereka menemukan sebuah pondok yang kosong. Dengan perut lapar, mereka pun tidur.
Keesokan harinya, mereka melanjutkan pekerjaan mereka. Tanpa kenal lelah, mereka terus mengumpulkan kayu bakar. Akhirnya, kayu-kayu itu terkumpul juga.
”Ayah, Ibu, kami pulang. Lihatlah kayu yang kami bawa ini, rasanya cukup untuk persediaan satu bulan,” teriak sang anak laki-laki. Sementara itu, adik perempuannya sibuk menata kayu itu di dalam rumah. Namun aneh, tak ada jawaban.
Kedua anak itu lalu mencari orangtua mereka di kamar, namun tak ada. Mereka lalu menemukan bahwa lemari pakaian orangtua mereka telah kosong, dan beberapa perabot rumah pun telah hilang.
Sadarlah mereka, bahwa ayah dan ibu tiri mereka telah pergi dari rumah. Kedua anak itu lalu berusaha mencari ayah dan ibu tirinya. Mereka berjalan ke luar masuk desa tanpa mengenal lelah. Untunglah, mereka bertemu dengan kakek yang baik hati. Selain memberikan makanan, Kakek itu juga bercerita bahwa beliau melihat ayah dan ibu tiri mereka menyeberangi sungai.
”Benarkah? Jika begitu, kami harus pergi menyeberangi sungai, Kek,”jawab sang anak laki-laki. Si kakek kemudian menawari kedua anak itu untuk meminjam perahunya.
Sesampai di seberang sungai, mereka berjalan kaki menyusuri dusun yang sepi. Akhirnya, mereka menemukan sebuah rumah yang sepertinya baru saja dibangun. ”Ayah, Ibu,” teriak mereka. Namun tak ada jawaban.
Kedua anak itu lalu memberanikan diri memasuki rumah itu. Ternyata benar, mereka menemukan perabot dan pakaian milik orangtuanya. ”Akhirnya kita menemukan orangtua kita, Dik,” kata sang anak laki-laki. Adiknya mengangguk senang. Mereka berdua lalu menemukan sepanci bubur yang masih panas di dapur. Karena lapar, mereka pun menyantap bubur itu sampai habis.
Namun, ada keanehan yang terjadi pada diri mereka. Tiba- tiba saja suhu badan mereka menjadi panas, sepanas bubur yang mereka makan tadi. Karena tak tahan dengan rasa panasnya, mereka berdua lari ke luar rumah dan mencari sungai. Mereka menceburkan diri ke dalam sungai.
Pada saat yang bersamaan, ayah dan ibu tiri mereka sudah pulang ke rumah. Mereka terkejut melihat pintu rumah yang terbuka, dan dua piring kosong bekas makan bubur.
”Itu pasti anak-anakku,” teriak sang ayah.
Selama ini, sang ayah hanya tahu bahwa anak-anaknya pergi meninggalkan rumah. Dia tak pernah tahu bahwa istrinya yang menyuruh mereka pergi ke hutan.
Sang ayah lalu berteriak-teriak mencari anak-anaknya. Sang istri mengikutinya dari belakang, dan berkata, ”Mereka sudah makan buburku. Mungkin mereka sekarang ada di sungai.” Meski keheranan, sang ayah pun berjalan ke sungai.
Ternyata benar, di sana dia menemukan dua ekor ikan yang melompat-lompat sambil menyemburkan air dari kepalanya. ”Apakah itu anak-anakku?” Namun, saat dia menoleh ke arah istrinya, istrinya lenyap.
Sekarang sadarlah sang ayah bahwa istrinya bukanlah manusia biasa. Dia hanya bisa menyesal kenapa dulu dia menikahi istrinya tanpa menanyakan asal usulnya.
Sejak saat itu, oleh masyarakat setempat, ikan yang menyembur-nyemburkan air itu disebut dengan ikan pesut.