Bujang Katak Kepulauan Bangka Belitung

Bujang Katak, begitulah dia biasa dipanggil. Dia memang mirip katak dengan kulit licin dan berwarna kehijauan. Dulu, ibunya berdoa agar bisa mempunyai anak, dan tanpa sengaja ibunya berkata, ”Meski anakku nanti seperti katak, aku akan tetap menyayanginya.”
Ternyata doanya dikabulkan, sehingga lahirlah si Bujang Katak. Meski perawakannya aneh, Bujang Katak disukai semua orang.
Dia ramah dan rajin bekerja. Namun, akhir-akhir ini Bujang Katak sering murung. Ternyata, Bujang Katak ingin meminang salah seorang putri raja. ”Aku dengar Raja memiliki tujuh orang putri yang cantik. Maukah Ibu melamarkan salah satu dari mereka untukku?” tanya Bujang Katak. Ibunya pun setuju dan berangkat ke istana. ”Ampun, Baginda. Maafkan hamba jika lancang. Maksud kedatangan hamba adalah untuk melamar salah satu putri Baginda untuk putra hamba si Bujang Katak,” kata Ibu Bujang Katak pada Raja. Raja lalu mempersilakan para putrinya untuk menjawab lamaran itu.
Ternyata, tak ada yang mau. Tiba-tiba, putri bungsu menjawab. “Pulanglah. Katakan pada putramu untuk datang sendiri melamarku.”
Raja amat terkejut. Namun, Raja bisa mengerti alasan putrinya. Bujang Katak memang terkenal sebagai pria yang baik.
Keesokan harinya, Bujang Katak pergi ke istana untuk melamar putri bungsu. Raja lalu memberinya satu syarat.
Bujang Katak harus membangun jembatan emas untuk menghubungkan istana dengan desa Bujang Katak.
Bujang Katak kembali ke rumahnya. Dia menceritakan permintaan Raja kepada ibunya.
”Tapi, Anakku... kita ini hanya orang miskin. Mana bisa kita membeli emas untuk membangun jembatan itu?” tanya ibunya khawatir.
Namun Bujang Katak yakin, dengan pertolongan Tuhan, dia mampu melakukannya.
Malam itu, Bujang Katak terus berdoa dan berdoa.
Ternyata doa Bujang Katak dikabulkan. Saat mandi pagi, tiba-tiba saja kulitnya yang tebal dan licin terkelupas. Saat bercermin, betapa terkejut dirinya melihat penampilannya.
Sekarang, dia telah menjadi pria dengan kulit seperti manusia biasa.
Bujang Katak lalu berlari kembali ke sumur. Di sana, dia menemukan tumpukan kulitnya telah berubah menjadi emas!
Bujang Katak mengucap syukur, lalu menunjukkan emas- emas itu pada ibunya. Betapa senang hati ibunya melihat putranya kini telah berubah menjadi manusia.
Bujang Katak lalu mulai bekerja, siang dan malam, tiada henti membangun jembatan emas.
Akhirnya, jembatan itu selesai. Bujang Katak dan ibunya menghadap Raja.
”Hei, mana putramu yang seperti katak? Siapa pemuda ini?” tanya Raja pada Ibu Bujang Katak.
“Ampun, Baginda, pemuda ini adalah Bujang Katak.
Tuhan telah mengubah wujudnya menjadi pria yang tampan.”
Bujang Katak lalu mengajak Raja dan putri bungsu untuk melihat jembatan emas yang telah dibuatnya.
Raja pun senang melihat kesungguhan Bujang Katak untuk menikahi putri bungsunya.
“Baiklah, Bujang Katak. Mari kita kembali ke istana dan membicarakan pesta pernikahanmu dengan putri bungsuku,” ajak Raja.
Akhirnya, Bujang Katak menikah dengan putri bungsu dan mereka hidup berbahagia.